Mataram – ALPA NTB kembali turun bersuara terkait sengkarut DAK DIKBUD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis 28/03/2024.
Dana Alokasi Khusus (DAK) pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB diduga ada indikasi di korupsi oleh pihak-pihak tertentu.
Hal tersebut diungkap sejumlah aktivis yang tergabung dalam ALPA NTB saat berunjuk rasa di Kantor Dikbud NTB.
Masa aksi menyoroti indikasi kerugian negara sebesar Rp.8 miliar pada DAK Dikbud NTB 2023 yang memiliki nilai lebih Rp.42 miliar.
“Terdapat dugaan keterlibatan Kadis dan PPK SMK, yang korupsinya dilaksankan secara KKN dengan beberapa pengusaha.” ujar Koordinator Umum Aksi, Herman.
Sampai jilid ini 3 unjuk rasa, kepala dinas ataupun PPK SMK tidak ada yang berani menemui masa aksi, dan ini menambah kecurigaan masa aksi bahwa secara tidak langsung Kadis takut karna sudah terlibat dalam kasus ini.
Selain itu, Alpa NTB juga melalui korlapnya M.Lukman meminta agar Kejati NTB untuk secepatnya memeriksa oknum-oknum yang terlibat dalam indikasi korupsi kolusi dan nepotisme dalam kasus ini, serta bertanggung jawab atas tindakannya.
“Seharusnya kasus ini tidak berlarut sampai sejauh ini, ketika ada laporan dari masyarkat ini cepat di kaji dan di investigasi oleh kejati kalau semuanya bukti sudah ada biar langsung di tangkap agar mereka bertanggung jawab.” tutupnya.
Adapun beberapa tuntutan ALPA NTB pada unjuk rasa kali ini masih dengan tuntutan yg sama yaitu:
1. Kami meminta Kejati NTB panggil dan periksa kadis DIKBUD NTB terkait adanya dugaan terlibat dalam gratifikasi pengadaan alat peraga praktek SMK yang bersumber dari DAK Tahun 2023
2. Meminta Kejati NTB memanggil dan periksa PPK SMK terkait adanya indikasi keterlibatan nya dalam gratifikasi pengadaan alat praktek peraga SMK yang bersumber dari DAK thun 2023.
3. Kami meminta Kejati NTB seruduk, seret dan periksa juga oknum oknum pengusaha yang terlibat dalam indikasi korupsi kolusi dan nepotisme dalam kasus ini.
4. Copot, tangkap kadis dan PPK SMK beserta seluruh oknum-oknum pengusaha yang terlibat dalam kasus yang merugikan uang negara sebesar 8 M.