Lombok Tengah – Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) NTB Corruption Watch (NCW), Fathurrahman, memenuhi panggilan penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Lombok Tengah, Sabtu (10/5/2025).
Pemeriksaan ini terkait laporan baru yang diajukan Fathurrahman terhadap mantan Kepala Desa Bilebante atas dugaan penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), dana hibah, serta program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau Prona pada periode 2016-2019.
Fathurrahman, yang dikenal vokal dalam mengungkap kasus korupsi, menjelaskan bahwa laporannya mencakup beberapa dugaan penyimpangan.
Pertama, kata dia, pada tahun 2016-2017, sejumlah proyek fisik di Desa Bilebante diduga mengalami mark-up anggaran.
“Rata-rata pekerjaan fisik pada periode itu kami duga ada mark-up,” ujarnya usai pemeriksaan.
Kedua, lanjutnya, pada tahun 2019, Fathurrahman menyoroti penggunaan dana hibah yang tidak transparan.
Menurutnya, Desa Bilebante menerima hibah dari Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Dinas Perikanan, namun laporan penggunaannya tidak jelas.
“Tahun 2019 itu banyak hibah. Ada hibah dari Dinas Pariwisata Propinsi, ada hibah dari Dinas Perikanan untuk Desa Bilebante dan itu penggunaan dan laporannya tidak jelas.
Selain itu, Fathurrahman juga mengungkap dugaan penyalahgunaan alokasi anggaran untuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bilebante.
Ia menyebutkan, setiap tahun selama 2016-2019, BUMDes menerima dana sebesar Rp80 juta dari APBDes, namun tidak ada laporan pertanggungjawaban yang jelas.
“Penggunaan dan laporan ini tidak jelas dari BUMDes, dari tahun 2016 sampe 2019. Pertahun itu anggarannya 80 juta yang di alokasikan ke BUMDes dari desa. Jadi, selama 4 tahun 80 juta kali 4 itu tidak jelas penggunaan dan laporannya juga ndak ada,” tegas Lord sapaannya.
Penyimpangan lain yang dilaporkan Lord adalah terkait program Prona dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada 2015-2016.
Dia menilai, program ini seharusnya memberikan sertifikat tanah gratis bagi masyarakat menengah ke bawah.
Namun, Fathurrahman Lord menduga adanya pungutan liar (pungli) yang dilakukan Eks kepala desa Bilebante.
“Kami menduga ada pungli ke masyarakat yang membuat sertifikat. Ditahun 2015 itu per sertifikat itu masyarakat ditarik 500 ribu, pada tahun 2016 itu masyarakat ditarik 400 ribu,” jelasnya.
Fathurrahman Lord menyatakan bahwa pihaknya masih akan melengkapi bukti-bukti terkait laporan ini.
Dikatakan, Penyidik meminta data tambahan, termasuk jumlah masyarakat yang menjadi korban pungli, nama-nama pihak yang diduga melakukan pungutan, serta identitas direktur BUMDes pada periode 2016-2019.
“Ada bukti tambahan. Pertama terkait berapa jumlah masyarakat (penerima prona, red), keterangan masyarakat siapa-siapa saja yang melakulan pungli. Terus terkait keterangan yang lain juga sudah saya paparkan terkait fisik. Dan diminta juga siapa nama Direktur BUMDes tahun 2016 sampe 2019 itu juga yang diminta sama penyidik. Nanti juga kami akan serahkan bukti itu, nama direktur BUMDes dan nama-nama yang terkait dalam pungli prona,” katanya.
Terpisah, Kasi Humas Polres Lombok Tengah, Iptu Lalu Brata Kusnadi membenarkan pemeriksaan terhadap direktur LSM NCW sebagai pelapor.
“Tadi siang sesuai keterangan Buk Kasat memang ada pemanggilan,” katanya.