MATARAM – Ratusan keluarga nelayan di pesisir pantai Ampenan, Kota Mataram merasakan kondisi ekonomi yang sulit.
Beberapa bulan terakhir, mereka tak bisa melaut lantaran cuaca buruk. Tempat tinggal pun mulai terancam abrasi. Sementara perhatian pemerintah Kota Mataram dinilai sangat kurang.
“Walikota sekarang, lain-lain saja yang diurus. Masih enak di zaman pak Ahyar Abduh, kalau ada apa-apa beliau langsung datang dan turun lapangan,” kata Maknan, salah seorang nelayan.
Menurut dia, sejak banjir bandang melanda sebagian perbatasan Mataram – Lombok Barat di sungai Meninting, Desember 2021 silam, kondisi mereka makin sulit. Turut jadi korban banjir, dan tak bisa melaut lagi.
Mereka juga bersitegang dengan nelayan Lombok Barat, perihal tepat penambatan sampan.
Cuaca buruk belakangan ini menambah beban. Para nelayan hanya turun melaut jika benar-benar mendesak dan butuh uang. Sehingga berani menghadapi risiko buruk.
“Yang turun hanya beberapa, yang berani saja. Sementara lebih banyak yang berharap ke bantuan dan pinjaman koperasi untuk bertahan hidup,” katanya.
Para nelayan membandingkan perhatian pemerintah daerah terhadap mereka, di zaman Walikota Mataram H Ahyar Abduh, dengan di era H Mohan Roliskana saat ini.
Di era Ahyar, Pemkot selalu bertindak responsif memperhatikan masyarakat nelayan. Sementara saat ini, perhatian sangat kurang.
“BLT memang ada, tapi itu kan dari pusat. Dulu zaman H Ahyar, ada solusi-solusi untuk kami. Tapi saat ini, dikunjungi Walikota saja belum pernah,” ujarnya.
Seorang istri nelayan, Inaq Rusmini mengatakan, dulu saat kampanye politik, banyak sekali yang dijanjikan untuk kesejahteraan nelayan. Tapi, fakta saat ini justru berbanding terbalik.
“Jangankan bantuan, datang ke sini saja tidak pernah,” katanya.