Lombok Tengah, NTB – Pada tahun 1938, berawal dari Direktur Riset Shell, Bob Greenshields membuat taruhan persahabatan dengan rekan-rekannya di Shell Oil Company di Amerika Serikat (AS) tentang siapa yang dapat melakukan perjalanan terjauh saat menggunakan jumlah bahan bakar yang sama.
Kompetisi di lintasan telah melalui perjalanan yang panjang sejak saat itu, dan tim saat itu dapat memilih kategori energi seperti Internal Combustion Engine (ICE), baterai listrik, atau sel bahan bakar hidrogen.
Sejalan dengan pemikiran inovatif berbasis IT, mereka juga membangun kendaraan yang ringan dan hemat energi dengan menggunakan bahan-bahan yang berkisar dari serat karbon canggih hingga bambu.
Sebagai kelanjutannya, kemudian pada tahun 1985, Kompetisi Shell Eco-marathon secara resmi diluncurkan di Prancis dan telah menantang kemampuan tim pelajar Asia sejak tahun 2019.
Program itu menjadi platform bagi tim sekolah menengah atas dan universitas untuk mengeksplorasi setiap aspek desain dan teknologi mengunakan kemampuan Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM) agar dapat membuat mobil ultra-hemat energi mereka sendiri. Dan kemudian membawanya ke lintasan untuk nerkompetisi.
Kompetisi itu memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk berkontribusi pada inovasi kendaraan yang memenuhi unsur keselamatan dan dapat melakukan perjalanan terjauh dengan menggunakan energi seminimal mungkin.
Selain itu, Shell Eco-marathon juga telah merealisasikan misi Powering Progress dari Shell dengan menyediakan solusi energi yang lebih banyak dan lebih bersih.