Lombok Tengah – Setelah menetapkan tiga orang sebagai tersangka pada penanganan perkara kasus dugaan Korupsi dana BLUD RSUD Praya, penyidik dipastikan terus melakukan pengembangan.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lombok Tengah, Fadil Regan SH MH dikantornya selepas menetapkan tiga orang sebagai tersangka Rabu, 24/8/22 lalu.
Menurutnya, kendati sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, pengembangan dan pendalaman lebih dalam lagi kemana saja arah pengelolaan dana BLUD terus dilakukan.
Dimana berdasarkan pendalaman dilakukan pada tahap penyidikan berdasarkan hasil audit yang dilakukan Inspektorat, para tersangka terindikasi melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan terjadinya kerugian negara sebesar 960 juta.
Dimana kerugian tersebut terdeteksi akibat terjadinya Mark up atau pemotongan anggaran BLUD sebesar Rp 865 juta dan temuan uang tunai Rp 10 juta diduga uang suap disalah satu ruangan tersangka saat dilakukan penggeledehan beberapa waktu lalu.
“Kita tidak akan berhenti sampai setelah menetapkan tiga tersangka, kita terus melakukan pengembangan dalam penanganan perkara ini,” ungkapnya.
Pendalaman bagaimana pengelolaan dana BLUD terus dilakukan penyidik Kejari Loteng untuk mengetahui kemana saja aliran dana BLUD digunakan oleh para tersangka.
Dan untuk mengetahui adanya kerugian negara dalam melakukan pendalaman, pihak penyidik terus melakukan koordinasi intens dengan Inspektorat Pemkab Loteng.
Untuk potensi adanya tambahan kerugian negara yang dilakukan oleh para tersangka bisa dilihat nanti berdasarkan hasil pendalaman dan audit dari Inspektorat.
“Jika ditanya nanti akan ada tambahan kerugian negara pada perkara ini kita lihat nanti apa hasil pendalaman dan audit Inspektorat,” terangnya.
Sedangkan menanggapi cuitan salah seorang tersangka saat akan digelandang ke mobil tahanan yang akan membawanya ke Rutan Praya ditanggapi dingin oleh Kajari.
Menurutnya, sepanjang cuitan salah seorang tersangka itu didukung alat bukti tentu nanti akan di dalami. Karena jika hanya berdasarkan pengakuan saja tentu tidak bisa dijadikan dasar oleh penyidik untuk menelusuri apa yang menjadi cuitan itu.
“Sepanjang cuitan itu ada buktinya silahkan diajukan nanti kami akan dalami,” tegasnya.
Sedangkan menjawab tudingan Penasehat Hukum salah seorang tersangka yang menyebutkan penetapan para tersangka akibat dari bermasalahnya dana taktis dan tidak dari akibat dari salahnya pengelolaan dana BLUD ditepis. Tegas dikatakan kalau penanganan perkara ini hingga sekarang masih konsisten dengan laporan awal yakni diduga bermasalahnya pengelolaan dana biaya pengelolaan Unit Transfusi Darah (UTD) yang terjadi di RSUD.
“Benar juga dana taktisnya juga kami tangani kan dana itu disimpannya di kas BLUD,” ujarnya.
Perbuatan melawan hukum para tersangka di dana UTD ini dimana dana pengganti darah yang seharusnya sesuai perjanjian RSUD dengan Dikes terkait dengan Biaya Pengelolaan Pengganti Darah (BPPD) uang pengganti darah masuk ke UTD namun dimasukkan ke dalam rekening Kas BLUD. Sehingga wajar kemudian pihak UTD menagih uang biaya pengganti darah itu namun tidak pernah diberikan pihak RSUD.
Karena dirasa janggal kemudian penyidik melakukan pendalaman kemana saja dana itu digunakan setelah masuk ke kas BLUD.
“Perbuatan melawan hukum pada tersangka bermula dari dilanggarnya perjanjian antara RSUD dan Dikes terkait uang pengganti darah. Dari situ awal masuknya penyidik menelusuri kemana aliran dana yang dialihkan ke kas BLUD,” jelasnya.
Akibat kesalahan yang dilakukan para tersangka, ketiganya dikenakan pasal 2 dan 3 dengan ancaman kurungan hingga 20 tahun. Untuk kepentingan penanganan perkara ini hingga nanti naik di meja persidangan, dua orang tersangka yang berkelamin laki-laki dititipkan di Rutan Praya. Sementara satu orang tersangka berkelamin perempuan di titip di Rutan perempuan Mataram.
Sementara Penasehat Hukum tersangka, Lalu Anton Hariawan SH MH, yang menanggapi komentar Kejari Loteng via ponselnya menyatakan, cuitan kliennya pada saat diwawancarai wartawan sesaat sebelum dibawa ke Rutan Praya merupakan statemen spontanitas.
Statemen meledak-ledak itu disampaikan kliennya akibat dari luapan emosi dan kekesalannya lantaran dianggap penanganan perkara ini cukup lama dijalani tanpa status hukum yang pasti.
“Itu hanya luapan spontan klien saya akibat dari lambannya penanganan perkara yang dilakukan Kejari Loteng,” ungkapnya.
Sementara pembuktian atas cuitan kliennya yang menyebutkan kalau dana BLUD ini juga mengalir ke beberapa oknum pejabat bukan tanpa bukti. Namun bukti-bukti yang dimiliki kliennya baru akan dibuka pada saat persidangan nanti. Pengajuan bukti itu akan diajukan pada saat kliennya melakukan pembelaan diri didepan majelis Hakim.
“Semua bukti-bukti kemana saja aliran dana BLUD tersimpan aman dan baru akan kami buka nanti di persidangan,” tegasnya.
Sedangkan terkait pokok materi perkara pihak penyidik, hingga memutuskan kliennya sebagai tersangka, di bantah oleh Anton.
Pihaknya mengaku selama mendampingi kliennya diperiksa, dirinya mengaku kalau penyidik tidak pernah membahas UTD. Pada saat dirinya mengkonfirmasi terkait UTD, penyidik memberikan jawaban kalau saat itu penyidik tidak lagi berbicara UTD, padahal asal muasal kasus yang diperiksa Kejari adalah dari UTD.
“Bahkan pihaknya juga sudah memberikan bukti ke penyidik terkait pasien yang memiliki kartu BPJS yang juga dimintai pembayarannya oleh UTD,” paparnya.