Lombok Barat,NTB – Sejumlah warga Dusun Pengawisan, Desa Persiapan Pesisir Emas Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat NTB datangi Kantor Wilayah Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Provinsi NTB di Kota Mataram.
Warga Dusun Pengawisan didampingi Ketua Badan Pengarah Komisi Independen Pengurusan Hak Atas Tanah Terlantar (KIPHTL NTB), Lalu Tahdin Ghafur dan Ketua Umum Aliansi Rakyat Menggugat (Ketum Alarm) NTB, Lalu Hizzi S. Pd.
Dalam kedatangannya tersebut, warga diterima oleh Catur Bowo Susdianto selaku Kabid Satu Survei Pengukuran, Lalu Mandra Prawiranegara selaku Kabid Dua Pendaftaran dan Penetapan Hak, dan Supriyadi selaku Kabid Lima Pengendalian dan Penanganan Sengketa di Aula Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi NTB, Kamis 23/6.
Ketua ALARM-NTB Lalu Hizzi S. Pd menyampaikan, bahwa kedatangannya ke Kanwil ATR/BPN Provinsi NTB untuk melakukan hearing terkait bagaimana proses adanya (Sertifikat Hak Guna atas Bangunan (SHGB) yang diterbitkan oleh ATR/BPN NTB di tanah milik masyarakat di Dusun Pengawisan, Sekotong, Lombok Barat NTB.
“Kami mempertanyakan bagaimana ceritanya SHGB muncul diatas lahan, sementara masyarakat tidak tahu. Ada beberapa bangunan seperti Sekolah, Masjid yang sudah punya sertifikat disatu hamparan, disatu objek yang dimaksud, kok bisa menerbitkan SHGB,” ungkapnya.
Menurut Hizzi, masyarakat Dusun Pengawisan sudah menempati tanah tersebut secara turun temurun, sudah empat generasi sampai saat ini.
Ketua ALARM-NTB itu pun menduga, terbitnya SHGB PT Rezka Nayatama diatas lahan tersebut adalah hasil perbuatan BPN.
“Kenapa tanah masyarakat ditukar dengan PT, apa dasarnya? Apa bukti Pemda memiliki lahan itu? Kok tanah orang di ruislag dengan PT, dan kami menduga ini adalah perbuatan BPN,” ucapnya di Kantor ATR/BPN NTB.
Sementara, Kabid Lima Pengendalian dan Penanganan Sengketa Supriyadi dalam hearing tersebut menyampaikan, PT Rezka Nayatama mendapatkan hak atas tanah berdasarkan pengajuan permohonan ke BPN setempat (Lombok Barat) dengan dasar ruislag dengan Pemda Lombok Barat.
“Dasar kepemilikan itu adalah ruislag dengan Pemda Lobar. Jadi Kakantah (Kepala Kantor Pertanahan) Lobar itu adalah pelaksana atas perintah tadi untuk menerbitkan SHGB,” sebut Supriyadi.
Disisi lain Supriyadi menerangkan, bahwa awalnya Pemerintah Daerah (Lobar) dilokasi tersebut penggunaannya adalah untuk pariwisata, dengan demikian disana tidak bisa terbit HGU.
“Disana PT Rezka Nayatama tidak bisa menanam apa saja, tidak bisa. Tetapi hanya bisa untuk pariwisata, yaitu untuk membangun hotel, cottage atau lainnya,” tutur Kabid 5.
Sedangkan Kabid Dua Pendaftaran dan Penetapan Hak Lalu Mandra Prawiranegara menyebutkan bahwa dokumen alas hak diterbitkan HGB ada di BPN Lobar. Tapi itu sudah menjadi barang milik negara.
“Yang boleh meminta, boleh kami mengeluarkan apabila ada permintaan dari aparat hukum baru boleh kami keluarkan. InsyaAllah dokumen itu ada, tapi untuk membuka disini kami tidak bisa,” katanya.
Ditempat yang sama, Lalu Tahdin Ghafur selaku Badan Pengarah KIPHTL-NTB menduga, apa yang telah dilakukan oleh BPN sudah melanggar undang-undang dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
“Permohonan pendaftaran tanah Masyarakat sejak tahun 2020 mestinya ditindak lanjuti sesuai tahapan pendaftaran tanah, karna telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dengan peraturan menteri agraria no 6 tahun 2018 tentang PTSL dan pasal 24 PP No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Masyarakat sudah menguasai tanah lebih dari 20 tahun, bahkan 60 tahun,” jelasnya.
Lalu Tahdin menegaskan, adapun bunyi dari pasal 24 PP No 24 tahun 1997, yaitu ayat (1) Untuk keperluan pendaftaran hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
Kemudian ayat (2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat : a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau Desa/Kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
“Seharusnya BPN berpedoman pada ketentuan ini.” tutupnya.