LOMBOK TENGAH,NTB – Komisi III DPRD Lombok Tengah, mencium adanya kejanggalan dalam kesepakatan antara Dinas PUPR Lombok Tengah dan PT. Nindya Karya.
Beberapa waktu lalu, Ketua Komisi III, Muhalip mengungkapkan bahwa surat kesepakatan terkait rekondisi jalan yang rusak akibat proyek pipanisasi air baku Pengga-Mandalika yang dimediasi Kejaksaan Negeri Lombok Tengah tanggal 16 Maret 2022 tersebut tidak jelas.
Pasalnya, dari tiga poin dalam kesepakatan tersebut, tidak ada satupun menjelaskan bentuk tanggung jawab pihak Nindya Karya selaku kontraktor dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dikeluhkan Pemerintah Daerah selama ini.
Misalnya tata cara rekondisi jalan, deadline waktu dan lainnya tidak dicantumkan dalam kesepakatan tersebut. Ditambah lagi dengan tidak adanya stempel dari masing-masing pihak, menimbulkan kesan bahwa surat kesepakatan tersebut terkesan asal jadi.
Begitu juga yang menandatangani surat kesepakatan, seharusnya Kepala Dinas PUPR dan direktur utama PT. Nindya Karya dan tidak diwakilkan oleh para pejabat yang bukan penentu kebijakan.
Sehingga menurutnya, surat kesepakatan tersebut tidak cukup kuat untuk mengikat tanggung jawab pihak Nindya Karya dalam persoalan ini.
“Kalau seperti ini bisa saja nanti kontraktor lari dari tanggung jawab. Jadi kalau bisa kesepakatan ini dikaji lagi,” harapnya.
Hal senada juga diungkapkan salah seorang pegiat anti korupsi, M. Sahirudin. Pria yang akrab disapa Daink tersebut juga menilai surat kesepakatan tersebut tidak cukup kuat untuk memastikan proses rekondisi dilaksanakan dengan baik.
Namun demikian, jika ada kesalahan pada surat kesepakatan tersebut, kesalahan tidak bisa dibebankan kepada pihak Nindya Karya ataupun Pemkab Lombok Tengah saja. Yang paling bertanggung jawab tentunya adalah Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah selaku mediator.
Dengan sumber daya yang dimiliki, Kejari Lombok Tengah seharusnya bisa lebih teliti menyusun kesepakatan sehingga memastikan tidak ada pihak yang dirugikan.
Dalam hal ini, pihaknya menilai pendampingan yang dilakukan Kejari Lombok Tengah tersebut terkesan terburu buru, bahkan kuat dugaan hanya dijadikan “proyek” semata.
“Pendampingan dari Kejaksaan selama ini hanya omong kosong. Kami punya banyak bukti bahwa pendampingan hukum seperti ini di Lombok Tengah, tidak ada gunanya bahkan cenderung hanya menghambur hamburkan uang negara,” kata Daink.
Untuk itu pihaknya berharap agar rekondisi jalan segera diselesaikan. Jangan malah menjadikan persoalan ini sebagai ladang mengais keuntungan pribadi.
Sementara itu Kepala Dinas PUPR, Lalu Rahadian mengatakan, walaupun dalam surat pernyataan tersebut tidak menyebut secara detil mengenai tekhnis rekondisi jalan, namun sudah mewakili keinginan Pemerintah Daerah. Yang mana, dalam surat tersebut tertuang dengan jelas kesanggupan pihak kontraktor dalam menyelesaikan berbagai persoalan akibat pelaksanaan proyek senilai ratusan milyar tersebut. Sedangkan mengenai ketidak ikut sertaanya dalam proses mediasi, tidak ada persoalan.
Menurutnya, Kabid Bina Marga sudah cukup kuat mewakili Dinas PUPR. Terlebih yang bersangkutan merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) jalan yang akan diperbaiki, sehingga sangat layak diberikan tanggung jawab melakukan kesepakatan dengan Nindya Karya.
Terlepas dari hak itu, pihaknya memastikan bahwa Pemkab Lombok Tengah dalam hal ini Dinas PUPR, akan tetap mengawal proses rekondisi jalan sesuai kesanggupan pihak kontraktor.
Sementara sampai berita ini diterbitkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah yang dikonfirmasi via Whatsapp, Minggu 15/5/22 belum memberikan jawaban. Lm03