MATARAM – Konsep Sistem Transportasi Terintegrasi yang dijanjikan Walikota Mataram, Mohan Roliskana sangat tepat untuk mengurai kemacetan di Mataram. Rencana pembangunan kota berbasis transportasi terintegrasi yang disampaikan H Mohan Rokiskana – TGH Mujibhurrahman (HARUM) saat maju sebagai calon walikota 2020 lalu, berhasil mengantarkan Mohan menjadi Walikota Mataram.
Mohan menawarkan solusi mengurai kemacetan di Mataram dengan melakukan revitalisasi pedestarian/trotoar agar nyaman bagi pejalan kaki. Mohan juga akan membangun fly over di titik-titik kemacetan di Mataram.
Kemudian membangun jalur atau ruas sepeda di jalanan, dengan menggalakkan para siswa untuk bersepeda, dengan cara subsidi pembelian sepeda bagi siswa kurang mampu. Bahkan, ruang ganti akan disiapkan untuk pengguna sepeda yang ingin mandi dan berganti pakaian.
NAMUN, itu semua hanya janji politik Mohan semata. FAKTA terlihat, hingga dua tahun memimpin Kota Mataram, realisasi tersebut hingga saat ini belum kelihatan.
Rencana Mohan membangun fly over di titik-titik macet belum terlihat. Titik macet seperti Tanah Haji di sekitar Niaga Majapahit masih terus dihantui kemacetan.
Soal gerakan bersepeda sama sekali belum ada realisasi. Bahkan sosialisasi maupun subsidi bagi siswa membeli sepeda belum ada. Belum lagi soal BRT hanya tinggal janji politik.
Apalagi soal peremajaan bemo kuning dan perhatian untuk para sopir angkutan perkotaan itu.
Sejumlah sopir bemo kuning masih berharap dan menunggu janji pemerintah. Terutama janji politik pasangan HARUM saat Pilkada 2020 lalu. Mereka juga terang-terangan membandingkan janji manis HARUM dengan konsep yang ditawarkan pasangan Hj Selly Andayani – TGH Abdul Manan (SALAM) saat itu.
Salah seorang sopir bemo kuning, Astadi (46) mengatakan, janji HARUM soal transportasi terintegrasi hanya manis diucapkan. Namun sampai dua tahun memimpin Mataram, janji itu seperti menguap tanpa kejelasan.
Jalanan tetap rawan kemacetan, kendaraan pribadi tak terbendung. Sementara nasib para sopir bemo kuning semakin miris seriring tersisihnya angkutan umum kota tersebut.
“Kalau tau begini, lebih baik bu Selly yang jadi Walikota (Mataram),” ujar Astadi.
Ia menilai konsep SALAM untuk transportasi lebih masuk akal. Selly Andayani yang maju di Pilkada Kota diusung PDIP-PKS juga memberikan kepastian kesejahteraan bagi para sopir.
Astadi mengenang, Selly akan memberikan subsidi bagi kelangsungan angkutan perkotaan, bemo kuning.
“Kalau bu Selly kan jelas. Kita dapat subsidi, dan diatur anak-anak sekolah wajib pakai bemo. Pokoknya kalah diingat-ingat lebih baik Bu Selly,” ujar dia.
Ia berharap, Wakil Rakyat di DPRD Kota Mataram menjadi garda terdepan menyuarakan masalah ini. Terutama para anggota dewan dari PDIP dan PKS yang mendukung SALAM saat Pilkada Kota Mataram lalu.
Sopir angkot lainnya, M Rusdi (35) justru membandingkan Walikota Mohan dengan Calon Walikota H Baihaqi.
Soal transportasi, menurut Rusdi, konsep yang ditawarkan Baihaqi-Ratu Ganefi (BARU) lebih kongkrit.
“Ya kalau konsep memang Baihaqi BARU sangat cemerlang. Kalau yang saat ini, janjinya saja yang banyak, nyatanya tidak terasa buktinya,” kata Rusdi.
Kemacetan dan transportasi publik di Kota Mataram juga dikritisi Organda Kota Mataram.
Ketua Organda Kota Mataram, Yudi Muchlis mengatakan, Pemkot Mataram di era Mohan harus mulai melakukan sesuatu, untuk mengurai kemacetan dan memaksimalkan transportasi publik.
“Harusnya selesaikan masalah satu satu. Kalau sekadar bicara konsep transportasi terintegrasi ya gampang, semua juga bisa. Tapi mengurai masalah yang sebenarnya ya tak semudah itu Ferguzo,” ujar Yudi.
Banyak aspek yang menghantui transportasi Kota Mataram. Pertumbuhan kendaraan pribadi, jalan yang tak dilebarkan, dan penataan sistem tarnsportasi publik yang harus mengedepankan aspek keberlanjutan usaha jasa angkutan.
“Jadi saya rasa wajar kalau banyak sopir angkot yang mengeluh. Angkot ini pun lama kelamaan bisa punah,” katanya.