Mataram – Rapat paripurna dengan agenda perpindahan dan penetapan Alat Kelengkapan DPRD (AKD) Nusa Tenggara Barat diwarnai kegaduhan setelah sejumlah anggota melakukan interupsi, Senin (7/3/2022).
Kegaduhan ini lantaran sejumlah anggota menilai mekanisme perpindahan pimpinan AKD di DPRD NTB telah menyalahi aturan, khususnya terkait masa jabatan pimpinan AKD.
Dalam Tatib DPRD masa jabatan seluruh AKD berakhir pada 10 April, namun dipaksa meletakkan jabatan sebelum masa jabatan berakhir.
Sekretaris Fraksi PKS DPRD NTB, Sambirang Ahmadi menilai pemilihan AKD itu melabrak hukum. Pasalnya, ketentuan dalam tata tertib (Tatib) DPRD NTB masa kepemimpinan AKD sebelumnya berakhir 10 April 2022. Oleh karenanya dasar hukum pemilihan AKD itu tidak jelas. Dicontohkannya problem hukum yang timbul Ridwan Hidayat selaku Ketua Komisi II awalnya dipindahkan ke Komisi I. Lalu mereka yang belum ada SK perpindahan tempat memilih ketua komisi.
“Apakah otomatis yang disahkan anggota AKD hari ini langsung dipindahkan ke komisi (baru) nya? Jika betul menurut kami dari Fraksi PKS pemilihan AKD ini tetap menjadi problem secara hukum, pimpinan sebelumnya belum didemisioner sementara pemilihan AKD ini dipaksakan hari ini,” ujarnya.
Sambirang menegaskan, jika lembaga dewan melanggar tatib yang dibuat oleh dewan sendiri itu artinya wakil rakyat sedang mempertontokan pembelajaran demokrasi yang tidak sehat kepada rakyat. Oleh karena itu, PKS ngotot supaya pemilihan AKD tersebut agar ditunda.
PKS lalu mempertanyakan motif di balik semua itu. Sebab, pihaknya menilai tidak ada alasan jelas baik secara sosial maupun politik.
“Tatib kita yang buat kok kita yang langgar. Bagaimana coba,” ketus Sambirang.
Dengan sikap yang dilakukan pimpinan dewan itu, PKS menyatakan sikap mosi tidak percaya kepada pimpinan DPRD NTB dikarenakan tidak mampu mengelola dinamika yang terjadi di dewan saat ini. Yang terlihat malah memecahbelah kebersamaan.
Sambirang mengatakan, selama ini pimpinan dewan selalu menyerukan kebersamaan kekompakan. Tetapi ternyata kebersamaan itu tanpa PKS dan Nasdem.
Bagi politisi Dapil Sumbawa dan Sumbawa Barat ini, jabatan pimpinan AKD tidak ada istimewanya. Posisi komisi dengan aturan saat ini tidak memiliki kewenangan misalkan untuk memuluskan atau mempersulit anggaran Pemprov.
Lalu jika tidak menjadi pimpinan AKD tidak akan menjadi anggota dewan atau jika tujuan mereka menghadang gubernur wakil gubernur supaya tidak terpilih lagi, dia bertanya memangnya kepala daerah dipilih oleh DPRD?.
“Kalau rakyat mau tetap milih mereka gimana, itu perlu juga menjadi masukan,” tegas Sambirang.
Meski demikian, Sambirang mengaku, pihaknya menerima kondisi yang ada PKS tidak mendapatkan posisi di AKD.
“Soal ini kita biasa-biasa saja. Mayoritas fraksi inginkan tinggalkan PKS Nasdem iya apa boleh buat. Kita santai-santai aja,” sambungnya pasrah.
Hal senada juga diutarakan Ketua Fraksi Nasdem DPRD NTB, Bohari Muslim juga mempertanyakan mengapa mereka harus ditinggalkan.
“Kita juga bertanya apa alasannya?” tanyanya.
Bohari mengaku sudah membaca jauh-jauh hari skenario tersebut. Bahkan ketika pembahasan jadwal di Badan Musyarawah (Banmus) mereka tidak sepakat agenda dimajukan. Akhirnya kalah suara NasDem dan PKS saat itu mengambil sikap Walk Out (WO).
“Kami bertiga saat itu di Banmus tapi kalah suara,” terangnya.
Bohari mengatakan, tidak tahu apa-apa mengapa mayoritas fraksi di DPRD NTB harus mencegal kepemimpinan AKD kepada fraksi pendukung pemerintah. Mengingat selama ini pihaknya tidak memiliki masalah.
“Kami sendiri tidak tahu apa-apa, padahal selama ini kita tidak ada masalah,” ucapnya.
Tidak ada yang bisa diperbuat, fraksi Nasdem akhirnya legowo. Mereka tidak akan menunjukkan perlawanan apalagi membuat kegaduhan kembali mengingat dalam waktu dekat akan berlangsung even MotoGP.
Sementara itu, Anggota Fraksi Nasdem, Raihan Anwar menyatan tata kelola pemerintahan di DPRD NTB sangat buruk.
“Tata kelola pemerintahan yang buruk ternyata di DPRD,” tegas Raihan.
Dia menegaskan, pelanggaran tatib ini dijalankan terus atas nama demokrasi dan lain lain lain.
“Ini namanya demokrasi mayoritas,” ucapnya.
Raihan Anwar menyatakan proses dan mekanisme perpindahan pimpinan AKD di lima komisi di DPRD semestinya belum boleh dilakukan. Karena masa jabatan pimpinan AKD baru akan berakhir pada 10 April 2022 bukan pada bulan Maret.
“Ini kan ada kesan dipaksakan, karena jabatan mereka ini belum berakhir. Tiba-tiba ada rencana penetapan,” cetusnya.
Sementaran itu, Ketua Fraksi Bintang Pernuangan Nurani Rakyat (BPNR), Ruslan Turmuzi membantah mereka melanggar tatib. Mekanisme yang berlangsung di DPRD NTB berpedoman pada Tatib.
“Mana yang dilanggar. Pijakan kita jelas Tatib,” tegas Ruslan.
Menurutnya, perubahan jadwal pemilihan AKD itu diusulkan percepatan oleh Banmus dan jadwal tersebut telah disepakati lalu diparipurnakan.
“Kalau soal persepsi itu silahkan saja, tapi yang jelas semua mekanisme sudah dijalankan,” ujarnya.
Lebih lanjut anggota Komisi IV DPRD NTB itu, menyatakan jika SK masa jabatan kepemimpinan AKD sebelumnya dipertanyakan, lantas Rulsan balik bertanya apakah ada SK pimpinan AKD sebelumnya.
Melihat kondisi ini, pimpinan sidang akhirnya mengundang pakar hukum guna meminta pandangan. Salah satu yang diundang Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram, Prof Zainal Asikin.
Asikin mengatakan tidak ada masalah dari mekanisme yang berlangsung. Sebab keputusan itu merupakan keputusan politik apalagi telah disepakati dalam paripurna. Namun demikian keputusan paripurna saja tidak cukup oleh karena itu maka pemilihan AKD itu harus dibarengi dengan langkah yuridis dimana setelah ditetapkan di paripurna pimpinan AKD tersebut harus di-SK kan sesegera mungkin untuk menghindari kekosongan pimpinan.
“Jadi tidak ada yang dilanggar. Hanya saja begitu diparipurnakan harus segera di SK kan,” tegasnya.
Setelah mendengarkan pandangan tersebut, Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda dan Wakil Ketua II DPRD NTB, Muzihir secara bergantian mendatangi komisi. Untuk mendengar langsung hasil-hasil kesepakatan pimpinan AKD di setiap komisi yang ada.
Adapun penetapan AKD yang baru, yakni Komisi I sebagai Ketua Sirajudin Fraksi PPP, Wakil Ketua A Hafid dari Golkar dan Sekretaris Moh Rais Ishak Demokrat.
Kemudian di Komisi II Ketua Satrawandi (Golkar), Wakil ketua Abdul Rauf (Demokrat) dan Sekretaris Khairul Warisan (Gerindra).
Komisi III sebagai ketua TGH Mahalli Fikri (Demokrat), Wakil Ketua M Nasir (PAN) dan Sekretaris Nauvar F Farinduan (Gerindra). Sebelumnya di pimpin Sambirang Ahmadi dari PKS.
Selanjutnya, Komisi IV tetap ketua, H Puaddi (Golkar), Wakil Ketua Hasbullah Muis (PAN) dan Sekretaris, Sudiarsah Sujanto (Gerindra). Di komisi ini posisi sekretaris sebelumnya diduduki H Saad Abdullah dari NasDem
Selanjutnya di Komisi V sebagai ketua Lalu Hadrian Irfani (PKB), Wakil Ketua Muh Akri (PPP) dan Sekretaris Lalu Wirajaya (Gerindra). Sebelumnya untuk sekretaris TGH Mukhlis dari PKS.
Untuk Bapemerda sendiri sebagai ketua Makmun (PKB) dan wakil ketua Raden Nuna Abriadi (PDIP). Untuk jabatan Badan Kehormatan (BK) diduduki Lalu Budi Suryata (PDIP) sebagai ketua.