LOMBOK TENGAH – Berita Gubernur NTB Dr. H. Zulkiflimansyah yang mengeluarkan Pergub tentang harga hotel dimana Peraturan Gubernur tersebut mengatur ambang batas kenaikan harga kamar hotel di wilayah NTB, khususnya pulau Lombok jelang event internasional motoGP bulan Maret nanti.
Langkah yang diambil Gubernur tersebut tak lain untuk mengantisipasi tingginya lonjakan harga hotel yang dinilainya diluar batas wajar.
Ditemui usai acara festival bau nyale 20/2/22 malam, Gubernur mengaku sangat terkejut ketika harga hotel bisa mencapai angka 50 juta. “Masak semalam ada yang harganya 50 juta” ujarnya.
Menurutnya, kalau ada yang menaikan harga sewa kamar apalagi menjelang perhelatan MotoGP itu hal wajar. Tapi menjadi tidak wajar ketika kenaikan harga diatas nilai kewajaran. Sehingga pemerintah merasa perlu turun tangan mengatur ambang batas kenaikan harga sewa kamar hotel. Supaya tidak terlampau tinggi.
“Jangan kemudian hanya karena ini memperoleh keuntungan sesaat, orang luar kemudian kapok datang dan menginap di daerah ini. Di Pergub diatur maksimal tiga kali lipat (kenaikan harga) di daerah yang menjadi episentrum atau pusat kegiatan,” terangnya.
Kalau lebih dari itu, menurutnya sudah tidak wajar. Sehingga jangan heran orang akan lebih memilih menginap di Bali, ketimbang di Lombok. Karena harga kamar hotel yang terlalu tinggi. Belum lagi hotel di Bali lebih bagus dan lengkap fasilitas penunjangnya. Tapi menawarkan harga yang relatif lebih murah.
Hal tersebut mengundang komentar pedas dari Sekjen Mandalika Hotel Asosiation Rata Wijaya, dimana menurutnya harga kamar hotel itu dinamis yang tidak bisa disama ratakan seperti harga sembako.
“Harga hotel itu dynamic, tidak bisa disama ratakan dengan standar harga sembako. Komponen pembentuk harga berupa fix cost, value added seperti service, eksklusivitas dan lain lain tentu sudah masuk dalam rencana bisnis masing2” ujar Rata yang dihubungi via pesan singkat 22/2/22.
Menurutnya Yielding yang dilakukan management perhotelan adalah maximizing revenue ketika demand tinggi. Dimana ada harga high season dan ada harga low season atau musim ramai dan musim sepi memiliki harga hotel yang berbeda.
“Saya rasa prinsip ekonomi berlaku dimana mana, selama terbeli dan customer puas why not? Indonesia ga kekurangan orang kaya, membutuhkan exceptional service. Buktinya hotel di Sumba nun jauh disana seperti Nihiwatu selalu penuh di harga 125 juta per malam dimana banyak orang dalam negeri yang pesan” lanjutnya.
Rata menjelaskan bahwa para pengelola hotel memiliki target pasar sendiri-sendiri dan menyarankan pemerintah untuk fokus memastikan serapan pajak benar dan semua hotel taat pajak.
“Kita para pengelola akomodasi memiliki segmentasi pasar sendiri, dan terlalu dini untuk turun tangan disini. Baiknya pemerintah fokus memastikan serapan pajaknya benar dan semua taat pajak, sehingga naiknya harga hotel seiring dengan serapan PAD biar NTB makin gemilang” tutupnya.