LintasMandalika.com Lombok Tengah – Pembatasan wisatawan dengan menyekat perbatasan dan bahkan diarahkan putar balik untuk warga diluar lombok tengah membuat banyak pelaku wisata di lombok tengah menjerit.
Ketua DPC HPI Syamsul Bahri mengatakan Kebijakan membatasi objek wisata di lombok tengah sangat kontra produktif dengan surat maklumat bersama Bupati Lombok Tengah, Kapolres Lombok Tengah dan komandan Kodim 1620 Lombok Tengah 7 hari sebelum lebaran yaitu tertanggal 6 mei 2021.
Dimana Pada point ke 5 yg menyebutkan Tempat wisata/ pusat keramaian di perkenankan buka dengan tetap berpedoman protokol kesehatan secara ketat.
“Surat edaran ini cukup membawa angin segar bagi pengelola wisata dan saudara saudara kita yg mengais rejeki di objek objek wisata tadinya, tapi statement kapolres hari ini di media yg menyatakan objek wisata di tutup ini cukup menyayat hati, pasalnya para pengais rejeki melalui sektor pariwisata yg sudah di latih dan di beri sertifikat CHSE oleh kementrian pariwisata sebagai standard prokes ternyata hanyalah omong kosong belaka” geramnya 15/5/21.
Menurut Syamsul Bahri, pelatihan CHSE serta pemberian sertifikasi CHSE itu menggunakan anggaran negara agar dapat membantu memulihkan perekonomian negara. Sehingga jika ternyata tidak ada manfaatnya, maka itu hanya menghamburkan uang negara saja.
“Kalau memang penerapannya setengah hati kenapa harus di buat, itu hanya menghambur hamburkan uang negara, lebih baik anggaran itu di berikan lansung sebagai bantuan pelaku wisata yg hari ini sedang tertatih – tatih bahkan berdarah – darah untuk bisa survive bertahan hidup dengan situasi pandemi yg sangat memukul sektor pariwisata” ungkapnya.
Syamsul Bahri beranggapan bahwa surat maklumat bersama yg di keluarkan seminggu sebelum lebaran kemarin hanya sebagai mempermulus para kapitalis yang memiliki toko fashion dan toko toko besar yg di serbu untuk mencari kebutuhan lebaran kemarin.
“Coba lihat aktifitas toko toko fashion dan toko toko penjual kebutuhan lebaran beberapa hari sebelum lebaran, bagaimana kemudian aktifitas bisnis itu menciptakan kerumunan bahkan tanpa mematuhi prokes, lalu apa bedanya dengan objek wisata?” Keluhnya.
Dia melanjutkan bahwa pemerintah dan APH seperti pilih kasih dalam membuat kebijakan, dimana menurutnya pantai dengan cuaca yang panas dan daerah terbuka bebas malah dibatasi sedangkan toko-toko memiliki tempat yang terbatas malah dibiarkan beroprasi.
“Katakan seperti pantai misalkn dimana pantai itu dengan cuaca yg sangat panas yang kalau di khawatirkn sebagai tempat penyebaran covid 19 itu sangat sedikit kemungkinannya di bandingkan dengan toko toko fashion dan toko penyedia bahan kebutuhan lebaran kemarin, tempatnya sesak dan sedikit yg patuhi prokes, dimana keadilan buat kami para pengais melalui sektor pariwisata yg saat ini sangat terpuruk dengan kebijakan penutupan bandara dan pelabuhan untuk para pemudik dan wisatawan?” Sesalnya geram.
“Harapan terakhir pemasukan pelaku wisata adalah kunjungan dari wisatawan lokal namun demikian dengan kebijakn membatasi objek wisata, maka kami serasa seperti hidup segan mati tak mau” pungkasnya.